Gambut adalah jenis tanah yang
terbentuk dari akumulasi sisa-sisa tumbuhan yang
setengah membusuk; oleh sebab itu, kandungan bahan organiknya tinggi.
Tanah yang terutama terbentuk di lahan-lahan basah ini
disebut dalam bahasa Inggris sebagai peat; dan lahan-lahan bergambut di berbagai belahan
dunia dikenal dengan aneka nama seperti bog, moor,muskeg, pocosin, mire, dan
lain-lain. Istilah gambut sendiri
diserap dari bahasa daerah Banjar.
Rawa adalah lahan
genangan air secara
ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase yang
terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis. Di Indonesia,
rawa - rawa biasanya terdapat di Hutan.
Definisi yang lain dari rawa adalah semua macam tanah berlumpur yang
terbuat secara alami, atau buatan manusia dengan
mencampurkan air tawar dan air laut, secara permanen atau sementara, termasuk
daerah laut yang dalam airnya kurang dari 6 m pada
saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Rawa-rawa , yang memiliki
penuh nutrisi, adalah gudang harta ekologis untuk kehidupan berbagai macam
makhluk hidup. Rawa-rawa juga disebut "pembersih alamiah", karena
rawa-rawa itu berfungsi untuk mencegah polusi atau
pencemaran lingkungan alam. Dengan alasan itu, rawa-rawa memiliki nilai tinggi
dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan lain-lain, sehingga lingkungan
rawa harus tetap dijaga kelestariannya.
Pengertian
hutan rawa gambut
Hutan rawa gambut
merupakan hutan dengan lahan basah yang tergenang yang biasanya terletak di
belakang tanggul sungai (backswanp). Hutan ini didominasi oleh tanah-tanah yang
berkembang dari tumpukan bahan organik, yang lebih dikenal sebagai tanah gambut
atau tanah organic (Histosols). Dalam skala besar, hutan ini membentuk kubah
(dome) dan terletak diantara dua sungai besar.
Di Indonesia tipe hutan rawa gambut ini terdapat di dekat
pantai timur Pulau Sumatera dan merupakan jalur panjang
dari Utara ke Selatan sejajar dengan pantai timur, di Kalimantan mulai dari
bagian utara Kalimantan Barat sejajar pantai memanjang ke Selatan dan ke Timur
sepanjang pantai selatan sampai ke bagian hilir Sungai Barito. Di samping itu
terdapat pula hutan rawa gambut yang luas di bagian selatan Papua. Terdapat 400 juta hektar
lahan gambut di dunia, 90 % diantaranya terdapat di daerah temperate dan 10 %
sisanya berada di daerah beriklim tropis. Indonesia sendiri mempunyai 20.6 juta
Ha atau 10.8 % luas daratan Indonesia. 35% di Sumatera, 32% di Kalimantan, 3%
di Sulawesi dan 30% di Papua.
PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN
Secara luas diketahui bahwa kebakaran hutan terjadi bila 3 unsur yaitu panas,
bahan bakar dan oksigen bertemu. Jika salah satu dari ketiga unsur tersebut
tidak ada, maka kebakaran hutan tidak akan terjadi. Karena oksigen terdapat
hampir merata disemua wilayah, hanya dua unsur lainnya yaitu panas dan bahan
bakar yang akan dibahas.
1. Panas
Unsur ini hanya berperanan pada musim kemarau, terutama
kemarau panjang.Erat kaitannya dengan sumber panas adalah sumber api. Umumnya
disepakati bahwa 90% sumber api yang mengakibatkan kebakaran hutan berasal dari
manusia sedangkan selebihnya berasal dari alam.
a. Sumber api yang berasal dari
manusia digolongkan menjadi :
1) Yang diselenggarakan dengan cara
sengaja, dalam kaitannya dengan perladangan, penggembalaan ternak, persiapan
penanaman lading berpindah dll.
2) Yang tidak disengaja, seperti obor,
puntung rokok dll
b. Faktor alam, misalnya api yang
timbul karena terjadi petir, meletusnya gunung berapi dan api abadi.
2. Bahan Bakar
Bahan bakar merupakan faktor yang paling dominan sebagai
penyebab kebakaran hutan.Kaitannya dengan upaya pencegahan dan penanggulangan
kebakaran hutan, berikut adalah hal-hal yang perlu mendapat perhatian.
a) Hutan Primer
Pada hutan ini, serasah
dilantai hutan tipis, kelembaban tinggi dan suhunya
rendah.Sinar matahari yang
sampai kelantai hutan hampir mendekati 0%. Pada
daerah ini kebakaran jarang
terjadi.
b) Areal Bekas tebangan
Karena berada pada tajuk yang
terbuka, serasah pada daerah ini mudah terbakar
terutama pada musim kemarau
- Areal tanaman
- Hutan gambut
Pada musim kemarau panjang,
lapisan gambut yang tebal dan dalam keadaan kering
sangat mudah terbakar dan
sangat sulit untuk dipadamkan.
- Alang-alang dan semak belukar
Mudah terbakar meski tidak kemarau
panjang, namun karena bahan bakarnya
sedikit, api tidak sehebat pada
kebakaran hutan gambut maupun bekas tebangan
DAMPAK KEBAKARAN.
Dampak kebakaran hutan juga perlu diketahui dapat positif maupun negatif.
Dampak positif seperti misalnya dipercepatnya peremajaan alam, pelapukan tanah,
terbantunya kehidupan satwa liar, membantu pemusnahan hama dan penyakit.
Sedangkan dampak negatifnya antara lain :
1. Rusak atau musnahnya kayu dan
hasil hutan lainnya
2. Kerusakan lingkungan
3. Asap.
Akibat kebakaran hutan di Indonesia telah megakibatkan
citra Indonesia menurun di dunia Internasional. Asap yang berasal dari
kebakaran juga berpengaruh pada kesehatan dan pariwisata.
Antisipasi atau Pencegahan Kebakaran lahan Gambut
Pencegahan kebakaran di lahan gambut atau hutan gambut merupakan salah
satu bagian tindakan dalam Pengelolaan Kebakaran Lahan atau Hutan. Tindakan
lain dalam Pengelolan Kebakaran Lahan Gambut adalah Kesiapsiagaan,
Penanggulangan Kebakaran dan Rehabilitasi pasca Kebakaran. Namun dalam
hal ini pencegahan lebih penting sebagai tindakan pertama dan jauh lebih baik
daripada melakukan pemadaman apalagi rehabilitasi yang jauh lebih sulit dan
mahal.
Tindakan pencegahan dalam Pengelolaan Kebakaran lahan atau Hutan
ini mempunyai tujuan antara lain:
(1) mencegah kebakaran hutan dan lahan,
(2) meminimalkan terjadinya kebakaran hutan dan lahan,
(3) memperkecil dampak kebakaran hutan dan lahan, dan
(4) memelihara dan menjaga sumberdaya hutan dari bahaya kebakaran hutan
dan lahan.
Dalam pencegahan atau pengendalian kebakaran hutan dan lahan paling
tidak diperlukan 3 (tiga) aspek utama yaitu :
(1) operasional teknis,
(2) kelembagaan, dan
(3) partisipasi atau pemberdayaan masyarakat.
Operasional teknis mencakup perencanaan pencegahan kebakaran, pemadaman
dan penanganan pasca kebakaran hutan dengan prioritas utama pada pencegahan.
Kelembagaan mencakup masalah pembagian tugas dan tanggung jawab institusi serta
sistem pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat mencakup masalah peningkatan keterlibatan masyarakat terutama
masyarakat setempat dalam pengendalian kebakaran hutan dan lahan.
1. Operasional Teknis
Operasional teknis dalam hal ini adalah perencanaan pengendalian
kebakaran hutan dan lahan dengan fokus pada pencegahan terjadinya kebakaran.
Pencegahan maksudnya adalah kegiatan yang bersifat mencegah terjadinya
kebakaran atau yang harus dilakukan saat belum terjadi kebakaran. Berikut
ini dikemukakan beberapa usaha pencegahan kebakaran lahan atau hutan yang
antara lain :
1.
Pembuatan Peta Rawan
Kebakaran. Hal ini penting dilakukan sehingga luas areal kebakaran dapat
dicegah selaus mungkin dengan cara mendelinasi areal yang rawan kebakaran baik
dari segi bahan bakar maupun sosial kemasyarakatan.
2.
Pembuatan Sekat Bakar.
Secara teknis hal ini sangat mudah hanya saja efektif tidaknya sangat
tergantung pada peletakan lokasi. Oleh karena itu, dari peta rawan
kebakaran dapat disusun perencanaan pembuatan sekat bakar, baik sekat bakar
jalur hijau maupun sekat bakar jalur kuning dengan jumlah yang memadai dan
tempat-tempat yang strategis.
3.
Sistem Deteksi Kebakaran.
Kegiatan ini untuk mengetahui lebih dini kemungkinan terjadinya kebakaran
hutan, sehingga dapat diambil langkah-langkah penanggulangan yang tepat.
Kegiatan
untuk deteksi kebakaran yang dapat dilakukan antara lain :
1) Mendirikan menara pengawas kebakaran dengan
jangkauan pandang cukup jauh, dilengkapi dengan sarana deteksi (teropong,range
finder) dan sarana komunikasi. Untuk dapat memantau areal pengawasan dengan
baik, tinggi menara pengawas 25-35 meter dan ditempatkan pada lokasi strategis
2) Patroli secara periodik dengan frekuensi lebih
meningkat pada saat musim kemarau
3) Membangun dan mendayagunakan pos-pos jaga pada
jalan masuk, jalan pengawasan areal tanaman dan di sekitar kawasan yang
berbatasan dengan desa atau lahan usaha pertanian. Ini dimaksudkan untuk
menghindari dari kebakaran hutan akibat kecerobohan manusia atau kesengajaan
4) Memanfaatkan informasi hotspot (titik
panas) dan cuaca untuk penilaian tingkat kerawanan kebakaran
5) Desain hutan tanaman/perkebunan yang memiliki
risiko kecil terhadap kebakaran. Dengan telah diperolehnya teknologi model
pembangunan hutan tanaman/kebun berisiko kecil kebakaran, maka pembangunan
hutan tanaman dengan model tersebut akan mempermudah kegiatan penanggulangan
kebakaran hutan dan lahan
6) Pengelolaan bahan bakar. Pengelolaan bahan
bakar adalah kegiatan untuk memanipulasi bahan bakar, sehingga jumlah bahan
bakar tidak berada pada kondisi yang rawan terbakar;
7) Penyediaan tenaga dan peralatan pemadam. Tenaga
yang terampil dan ketersediaan peralatan sangat menunjang perlindungan tanaman
dari bahaya kebakaran. Tanpa adanya tenaga terlatih beserta peralatan, api akan
sulit dikendalikan;
8) Penyediaan sumber air. Sumber air merupakan
faktor kunci dimusim kebakaran. Untuk itu waduk serbaguna, bak air beton,
sarana transportasi dan komunikasi perlu disediakan;
9) Memasang rambu-rambu peringatan bahaya
kebakaran. Pemasangan rambu-rambu bahaya kebakaran dilakukan di tempat-tempat
umum dan mudah dilihat masyarakat umum; dan
1 10) Menyusun data statistik. Ini bertujuan untuk mengetahui segala asset
atau tanaman yang perlu dilindungi serta sarana prasarana yang ada.
2. Kelembagaan
Dalam perusahaan diperlukan kelembagaan khusus yang
mengelola kebakaran dalam bentuk bagian atau gugus tersendiri.
Pembagian adanya unit khusus pengelolaan kebakaran ini dimaksudkan agar dapat
memperjelas tugas tanggung jawab dan mempermudah pelaksanaan pengendalian
kebakaran sehingga pengendalian kebakaran dapat lebih efektif. Unit-unit
pengelola ini tidak berdiri sendiri melainkan dikoordinasikan dengan masyarakat
atau perusahaan yang berdampingan sehingga kegiatan pengendalian kebakaran yang
dilakukan dapat bersifat terpadu. Masing-masing unit pengelola tersebut harus
memiliki Brigade Pengendalian Kebakaran yang bersifat operasional dan memiliki
kemampuan yang memadai.
Selanjutnya di tingkat masyarakat yang berdekatan perlu
dibentuk Regu Pengendali Kebakaran Kampung/Desa (regu pengendali kebakaran
hutan dan lahan yang berbasis masyarakat) terutama pada daerah rawan kebakaran.
Lembaga ini akan berperan sebagai ujung tombak dan menjadi partner utama
pengendalian kebakaran hutan dan lahan yang memiliki jaringan kerja dengan
pusat pengendalian kebakaran pada level kecamatan maupun kabupaten serta
unit-unit pengelola tersebut di atas. Dengan sistem ini memungkinkan terjadinya
keterpaduan antara perusahaan swasta dan masyarakat dalam pengendalian
kebakaran hutan dan lahan.
Posko kampung/desa yang berkedudukan di sekitar daerah
rawan kebakaran perlu supporting dari perusahaan sehingga akan mempermudah
pelaksanaan monitoring/pengawasan areal, sehingga kebakaran yang terjadi dapat
diantisipasi sejak dini. Untuk itu dalam posko kampung harus disediakan
peralatan pemadaman kebakaran yang mencukupi dan peralatan komunikasi untuk
mempermudah hubungan dengan jaringan di atasnya. Disamping itu, personel posko
kampung harus dibekali dengan teknik pemadaman kebakaran yang memadai yang
dapat diberikan dengan jalan pendidikan dan pelatihan.
3. Partisipasi dan Pemberdayaan Masyarakat
Konferensi tentang bahaya kebakaran hutan dan kerusakan
lahan tingkat ASEAN tahun 2002 menyatakan bahwa masyarakat sekitar hutan
merupakan faktor penentu keberhasilan upaya pengendalian kebakaran hutan
(Anonimous, 2002). Hal tersebut juga terbukti di Indonesia bahwa salah satu
ketidakberhasilan upaya pengendalian kebakaran antara lain adalah kurangnya
partisipasi masyarakat. Dengan melihat kenyataan tersebut maka peran serta/keterlibatan
masyarakat setempat harus ditingkatkan untuk lebih menjamin keberhasilan upaya
pengendalian kebakaran hutan dan lahan serta lebih jauh lagi untuk kelestarian
sumberdaya hutan dan kebun. Keterlibatan atau partisipasi
masyarakat secara aktif bertujuan agar masyarakat merasa memiliki sumberdaya
baik hutan maupun kebun sehingga kepedulian masyarakat akan keberadaan
sumberdaya tersebut meningkat. Kesadaran masyarakat akan manfaat sumberdaya
hutan dan kebun akan semakin tinggi. Dengan demikian keterlibatan masyarakat
secara aktif diarahkan agar : (1) masyarakat merasa memiliki areal tersebut
sehingga muncul kepedulian, (2) secara bertahap menimbulkan ketergantungan/kesadaran
masyarakat akan pentingnya areal tersebut bagi kehidupannya.
Dengan tercapainya dua hal tersebut di atas maka secara
tidak langsung masyarakat telah berperan dalam pengendalian kebakaran hutan dan
lahan. Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam pengendalian kebakaran hutan
dapat dilakukan pada :
a. Kegiatan Pencegahan Kebakaran
Dalam hal ini masyarakat terlibat dalam kegiatan patroli
dan pengawasan areal terhadap bahaya kebakaran yang merupakan salah satu sistem
deteksi dini. Patroli dan pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat setempat
akan jauh lebih efektif karena masyarakat tinggal di lokasi yang relatif dekat
dengan hutan atau kebun. Namun demikian pembinaan dari instansi terkait harus
selalu dilakukan sehingga terdapat rasa kebersamaan dengan masyarakat setempat.
b. Kegiatan Pemadaman Kebakaran
Pembentukan posko pengendalian kebakaran tingkat
kampong/desa (posko kampung) yang beranggotakan masyarakat setempat akan sangat
efektif dalam melakukan kegiatan pemadaman jika terjadi kebakaran hutan dan
lahan. Hal ini dikarenakan posko ini terletak paling dekat dengan lokasi
kebakaran sehingga dapat bergerak secara cepat untuk memadamkan api secara dini
ketika masih kecil dan menghambat terjadinya kebakaran besar. Posko kampung
adalah posko terdepan dalam sistem pengendalian kebakaran hutan dan lahan. Jika
kebakaran tidak dapat diatasi di tingkat desa maka regu pengendali
kebakaran desa dapat melaporkan dan meminta bantuan pada pusat pengendalian
kebakaran di Kecamatan, kabupaten bahkan provinsi. Posko kampung harus
dilengkapi dengan peralatan pemadam kebakaran sederhana dan juga alat
komunikasi.
c. Penyuluhan
Upaya ini bertujuan untuk menimbulkan kesadaran masyarakat
terhadap bahaya kebakaran maupun tentang rehabilitasi hutan. Kementerian
Kehutanan telah membuat Surat Keputusan Menteri Kehutanan nomor
260/Kpts-II/1995 yang menekankan perlunya usaha pencegahan dan penanggulangan
kebakaran secara preventif dengan cara mendidik dan melatih semua masyarakat
yang berperan dalam pengendalian kebakaran. Hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam kegiatan penyuluhan terhadap masyarakat setempat adalah metode
penyuluhan, bahan informasi/materi yang disampaikan harus sesuai dengan
permasalahan setempat dan disampaikan dengan bahasa yang mudah dimengerti,
pemilihan sarana penyampaian serta perlunya bantuan tokoh-tokoh masyarakat baik
tokoh formal maupun informal. Penyuluhan juga dapat digunakan sebagai sarana
sosialisasi peraturan dan perundangan kebakaran hutan dan lahan kepada
masyarakat.
d. Pelatihan
Kegiatan lain yang perlu juga dilakukan adalah memberikan
pelatihan kepada masyarakat sekitar areal rawan kebakaran, antara lain :
a) Pelatihan teknik pemadaman api,
pelatihan ini bertujuan agar masyarakat dapat melakukan praktek pemadaman
dengan menggunakan teknik yang benar sehingga aktivitas pemadaman menjadi lebih
efektif. Peralatan yang digunakan adalah peralatan pemadam sederhana seperti
kepyok dan pompa punggung.
b) Pelatihan mengenai teknik
pembakaran terkendali, pelatihan ini bertujuan jika masyarakat sekitar memiliki
kebiasaan melakukan pembakaran lahan dapat melakukannya secara terkendali
sehingga tidak terjadi kebakaran yang tidak terkendali.
Yang lebih penting kesadaran perusahan perkebunan termasuk
HTI Menerapkan Teknologi Penyiapan Lahan Tanpa Bakar . Petunjuk untuk melaksanakan penyiapan lahan tanpa bakar telah
dikeluarkan oleh Dirjen Perkebunan tentang Petunjuk Teknis Pembukaan
Lahan tanpa Pembakaran untuk Pengembangan Perkebunan dan Keputusan Dirjen
Pengusahaan Hutan No. 222/Kpts/IV-BPH/1997 tentang Petunjuk Teknis Penyiapan
Lahan untuk Pembangunan Hutan tanaman Industri tanpa Pembakaran. Hal ini sudah
dilakukan oleh beberapa perusahaan HTI sejak lama salah satunya seperti perusahaan group APP.
*)Diambil dari berbagai sumber
0 komentar:
Post a Comment